Kaidah tentang Moral
BAB I
PENDAHULUAN
Kaidah Dasar Moral terdiri dari tiga
kata yaitu : Kaidah yang berarti Rumusan asas yang menjadi hukum, aturan yang
sudah pasti, patokan, dalil. Moral yang berarti : ajaran tetap baik buruk yang
diterima umum mengenai perbuatan sikap, sikap kewajiban dan sebagainya.
Jadi Kaidah dasar moral adalah patokan
yang paling mendasar dalam menilai baik buruknya suatu perbuatan, sikap budi
pekerti atau susila.
Suatu persoalan menjadi persoalan yang
bersifat etis atau moral dan bukannya persoalan teknis atau intelektual
semata-mata, apabila keputusan yang bakal diambil menyangkut suatu pilihan
antara beberapa nilai yang langsung dikaitkan pada dasar kemanusiaan. Ada 3
pertanyaan dasar etika yaitu :
a.
Apakah yang baik
b.
Apakah yang benar
c.
Apakah yang adil
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam Kaidah dasar
moral
Adanya
dorongan dan keharusan manusia untuk bersusila merupakan tanda bahwa manusia
itu adalah ciptaan. Berarti manusia dalam melaksanakan dan menjalankan diri
adalah supaya makin mendekat kepada Tuhan.
Manusia akan menjadi manusia yang
sebenarnya jika ia menjadi menjadi manusia yang etis. Titik tolaknya adalah :
a.
Ia percaya kepada kebenaran,
kebaikan dan keadilan
b.
Ia berusaha sekuat tenaga untuk
berbuat secara benar, baik dan adil.
Manusia
disebut etis ialah manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat
hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
sosialnya, antara rohani dan jasmaninya dan antara sebagai makhluk berdiri
sendiri dengan Khaliknya
Jadi ada 3 kaidah dasar moral yang
pokok yaitu :
1.
Kaidah sikap baik
Kaidah sikap
baik pada dasarnya mendasari semua norma moral. Sikap baik berarti memandang
seseorang/sesuatu tidak hanya sejauh berguna bagi saya menghendaki, menyetujui,
membenarkan, mendukung, membela, membiarkan seseorang/sesuatu berkembang demi
dia sendiri. Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan secara konkrit
tergantung dari apa yang baik dalam situasi konkrit itu.
2.
Kaidah Keadilan
Adil berarti
sama rata. Dalam menentukan perlakuan yang sama, perlu diperhatikan kemampuan
dan kebutuhan. Sebab perbedaan dalam kemampuan dan kebutuhan orang adalah ciri
yang dapat membenarkan suatu perlakuan
yang beda juga.
Memberi
perlakuan yang sama kepada orang lain berarti Memberi sumbangan yang relatif
sama terhadap kebahagiaan mereka, diukur kepada kebutuhan mereka dan menuntut
dari mereka pengorbanan yang realistis sama sesuai denga kemampuan mereka.
3.
Kaidah Ketuhanan
Drijarkara
(1966:42) menulis sebagai berikut :
“ Apa yang
disebut kesusilaan pada hakikatnya adalah perkembangan yang sejati dari kodrat
manusia. Dengan demikian maka ditunjuklah dasar kesusilaan yang terletak pada
kita sendiri. Kesusilaan adalah tuntutan kodrat.
Tidak
menghendaki kesusilaan berarti memperkosa kodrat kita sendiri. Tiap perbuatan
yang tidak susila merupakaan perkosaan kodrat. Dengan demikian nempaklah bahwa
kodrat menjadi dasar kesusilaan, manusia selalu mencari dasar yang lebih tinggi
lagi, dasar yang terakhir. itulah sebabnya kesusilaan bagaimanapun selalu dihubungkan
dengan Tuhan.[1]
Ketuhanan
adalah dasar dari seluruh kesusilaan dan tujuan dari kesusilaan. Tanpa
ketuhanan tidak mungkin ada kesusilaan yang berkembang. Kesusilaan pada
hakikatnya adalah perkembangan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan sehingga
ketika berfikir tentang kesusilaan, manusia mencari dasar yang lebih tinggi,
dasar yang terakhir. Itulah sebabnya kesusilaan bagaimanpun selalu dihubungkan
dengan Tuhan.[2]
Immanuel Kant
merumuskan bahwa yang teristimewa penting bagi etika adalah :
a.
Adanya Tuhan
b.
Kebebasan kehendak
c.
Keabadian Jiwa
Tanpa
pengakuan terhadap kebenaran tidak mungkin menguraikan etika dalam bentuk
sebenarnya. Dimana hal itu tidak mungkin kita temukan diluar ajaran agama.
Dalam pendapat yang lain dia mengatakan bahwa dalam suara batinnya manusia itu
mengerti adanya imperatif Kategories. Berdasarkan itu manusia mengerti segala
kewajibannya sebagai perintah dari Tuhan. Itulah sebetulnya bukti tentang
adanya Tuhan, dan bukti itu adalah bukti yang praktis.
Dalam pendapat
Aurelius Agustinus, ia mengatakan bahwa manusia mempunyai cara batin yang dapat
melihat hukum dari kodratnya sendiri, akan tetapi bersamaan dengan itu dia
menduga juga bahwa dasar yang terdalam dari hubungan itu ialah Tuhan sendiri.
Sedangkan John
Henry Newman berpendapat bahwa hubungan antara ketuhanan dan kesusilaan sangat
erat. Kesusilaan pada prakteknya kita tetapkan dengan suara batin kita. Suara
batin adalah pengertian yang mengatakan bahwa suatu perbuatan boleh atau tidak
boleh.
Max Scheler
berpendapat bahwa rasa penyesalan apabila berbuatsalah tak dapat diterangkan
kecuali jika manusia merasa berhadapan dengan Tuhan. Pelanggaran moral pada
hakikatnya adalah pelanggaran kehendak dan hukum Tuhan. Menyesal atas kesalahan
moral berarti kembali ke Tuhan.
B. Landasan Kaidah Dasar
Moral
Kaidah sikap
baik didasarkan atas kesadaran bahwa apa yang ada pantas kita bersikap baik
kepadanya.
Kaidah
keadilan mengarah pada pelaksanaan sesuatu nilai yang lain, nilai yang hendak
dijamin adalah nilai yang tak terhingga dari setiap makhluk yang berakal budi.
Menurut Von
Magnis, kaidah dasar moral dapat dipahami sungguh-sungguh bila tidak dilihat
sebagai sesuatu yang diwajibkan. melainkan sebagai jaminan pelaksanaan dari 2
nilai yang berakal paling tinggi.
Dan
fundamental yang dalam sejarah filsafat bahwa orang yang berfikir
etika/kesusilaan selalu terlihat adanya usaha untuk mencari fundamen yang lebih
tinggi dari manusia itu sendiri.
Manusia
menjadi manusia yang sebenarnya jika ia menjadi manusia yang etis dimana ia
harus percaya kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan, dan ia berusaha sekuat
tenaga untuk berbuat baik dan adil. Manusia etis adalah manusia yang mampu
memenuhi hajat hidup dalam rangka asas keseimbangan antara pribadi dan sosial,
jasmani dan rohani, makhluk dengan kholiknya. untuk itu manusia membutuhkan
konsep dasar atau patokan yang lebih mendalam dan lebih tinggi agar ia menjadi
manusia yang bersusila, dimana ia hanya dapat menemukannya dalam ajaran agama
karena prinsip ketuhanan adalah landasan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan
diatas dapat disimpulkan bahwa dorongan dan keharusan berbuat susila merupakan
tanda bahwa manusia itu tidak sempurna, manusia tidak berada diatas kekuatannya
sendiri, jadi manusia adalah ciptaan.
Bertindak susila
pada hakikatnya berarti menjalankan dan melaksanakan diri sebagai ciptaan Tuhan
supaya makin lama makini mendekat kepada Tuhan. Jadi ada 3 kaidah dasar moral
yang pokok yaitu :
- Kaidah sikap baik,
- Kaidah keadilan, dan
- Kaidah Ketuhanan
Apabila kesadaran manusia telah kembali didasarkan pada prinsip
ketuhanan sebagai landasan, diharapkan muncul manusia susila yang memiliki ciri
:
1.
Adanya kesadaran sebagai
manifestasi sifat ketuhanan
2.
Lebih menyempitnya dalam hidup
3.
Komitmen kepada martabat
manusia
4.
Mampu merumuskan aspirasi dan
kesadaran masyarakat
5.
Kemampuan untuk withdrawal dan
return.
DAFTAR PUSTAKA
DEPDIKBUD, 2001, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Zubir Achmad Chairis, 1987,
Kuliah Etika, Jakarta : Rajawali Press
Comments
Post a Comment