Makalah Mantiq : Ta'rif

A.    Pengertian Ta’rif dan Macam-macamnya
Ta’rif secara etimologi berasal dari lafadz ﻋﺮﻒ - ﻴﻌﺮﻒ ﺗﻌﺮﻔﺎ  yang artinya memperkenalkan atau memberitahukan sampai jelas dan terang mengenal sesuatu. Dalam bahasa Indonesia ta’rif dapat diungkapkan dengan perbatasan atau definisi.
Adapun ta’rif secara  istilah ilmu mantiq adalah  teknik menerangkan dengan tulisan maupun lisan yang dapat memperoleh pemahaman tentang sesuatu.
Dalam ilmu mantiq ta’rif berperan amat mendasar karena istidlal (penampilan kesimpulan) yang merupakan tujuan yang paling fundamental tergantung kepada jelasnya ta’rif lafadz yang dipakai untuk menyusun qodhiyah (kalimat) yang darinya ditarik natijah (kesimpulan). Jika ta’rif     kurang jelas maka natijah nya mungkin salah atau keliru.[1]
As Syaikh Abdurrahman Al Abdhom dalam  kitabnya As Sulamul Munawaroq menyebutkan
ﻣﻌﺮﻒ ﻋﻠﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﻗﺴﻢ # ﺣﺩﻮ ﺮﺴﻣﻰ ﻮﻠﻔﻈﻰ ﻋﻠﻢ
Ta’rif (definisi) terbagi menjadi tiga macam :
1.      Ta’rif Haddiy (Essential Definition)
2.      Ta’rif Rasmiy ( Accidential Definition)
3.      Ta’rif Lafdzy ( Nominal Definition)[2]
Ta’rif Haddiy yaitu ta’rif yang menggunakan jins dan fahl. Contoh : insan adalah hewan yang berfikir. Hewan adalah jins dan berfikir adalah fashl bagi manusia.
Ta’rif Rasmiy yaitu ta’rif yang menggunakan jins dan  irdhi khas (sifat khusus). Contoh insan adalah hewan yang tertawa. Hewan adalah jins dan tertawa adalah irdhi khas manusia.
Ta’rif Lafdziy yaitu ta’rif yang menggunakan lafadz lain yang artinya sama. Contoh insan adalah manusia.
Ta’rif Haddiy ada dua macam yaitu :
1.      Ta’rif Haddiy tam (Complete Esencial) yaitu ta’rif yang menggunakan jenis qorib dan fashil, seperti contoh diatas.
2.      Ta’rif Haddiy Naqsh (Uncomplete Esencial Definition) yaitu Ta’rif yang menggunakan jins ba’id dan fashl atau menggunakan fashl qorib saja.
Contoh : - Insan adalah tubuh yang dapat berfikir
-          Insan adalah yang dapat berfikir
Ta’rif Rasmiy ada dua macam yaitu :
1.      Ta’rif Rasmiy tam (complete Accidential Definition) yaitu ta’rif yang menggunakan jins qorib dn irdhi khas, seperti contoh diatas.
2.      Ta’rif Rasmiy Naqish (Uncomplete Accidential Definition) yaitu ta’rif yang menggunakan fashl qorib saja.
Contoh : -    Insan adalah tubuh yang dapat tertawa
-          Insan adalah yang dapat terawa
B.     Kegunaan Ta’rif
Ta’rif berfaedah bagi orang yang bekerja dalam lapangan ilmu pengetahuan apalagi golongan yang membahas tentang bahasa dan begitu juga bagi orang ahli penyelidik ilmu alam, karena ta’rif itu mengandung garis besar mengenai sifat-sifat penting yang terkandung dalam lafadz yang dita’rifkan. Selain itu ta’rif member faedah dalam kehidupan sehari-hari, dalam percakapan sehari-hari sering kita diminta penjelasan tentang perkataan yang kita gunakan.
Ahli filsafat yunani kuno yang terkenal dengan golongan sovisme yang timbul sebelum Socrates sering menggunakan lafadz-lafadz dan ibarat-ibarat yang hebat yang mengandung beberapa makna. Hal ini menyebabkan murid-murid sovisme sering bingung dan ragu-ragu dalam menggantikan lafadz-lafadz tadi. Dari sebab itulah Socrates ketika datang ia mewajibkan orang berkata harus mengerti maksud tiap-tiap lafadz yang diucapkannya. Sehingga ia dapat menerangkan pengertian tentang lafadz tersebut dengan penjelasan yang jelas dan konkrit.
Selain dari itu sering terjadi pereselisihan pendapat yang disebabkan tidak jelasnya suatu persoalan. Perselisihan pendapat dan perdebatan itu lekas mendapat penyelesaian jika masing-masing kembali pada pembatasan pengertian tiap-tiap lafadz.[3]
C.     Syarat sahnya Ta’rif
Syarat sah untuk menta’rifkan sesuatu adalah :
1.      Harus muthorid dan munaqis atau jami’ dan mani’
Muthorid (jami’) artinya dapat memasukan semua satuan yang dita’rifkan.
Munaqis (mani’) artinya dapat menolak semua hal selain yang dita’rifkan. Oleh karena itu ta’rif tidak boleh lebih umum atau lebih khusus dari yang dita’rifkan.
2.      Perkataan yang digunakan harus lebih jelas
3.      Harus ada persenyawaan, persamaan antara ta’rif dengan yang dita’rifkan
4.      Tidak menggunakan kata-kata majaz dengan tanpa qorinah (ciri-ciri atau tanda-tanda)
5.      Tidak menggunakan perkataan yang musytarok (satu kata yang berartikan lebih dari satu arti)
6.      Diketahuinya arti perkataan itu, tergantung pada pengertian arti dari lafadz yang dita’rifkan.[4]











KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diketahui bahwa ilmu mantiq lapangan pembahasannya adalah untuk mencari dalil-dalil. Oleh karena itu orang yang membuat ta’rif harus lebih dulu mempelajari lafadz dan qodhiyah. Sebab dalil tersusun dari beberapa qadhiyah dan qadhiyah tersusun dari beberapa lafadz. Lafadz-lafadz yang belum jelas maknanya harus diselidiki agar bisa menjadi jelas maknanya. Dengan ta’rif dapat dapat dicapai pengertian yang jelas terhadap lafadz-lafadz.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa ta’rif adalah sesuatu cara atau alat untuk mengenal dan memahami tentang pengertian afrad dan untuk mendapatkan gambaran yang sejals-jelasnya terhadap afrad itu. Artinya menta’rifkan sesuatu adalah mengenalkan sesuatu menurut hakikatnya.


DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, AK, Prof Dr. H, Ilmu Mantiq Teknik Dasar Berfikr Logika, Jombang : Darul Ulum Press, 1996
Bisri Mustofa, KH. Cholil, Ilmu Mantiq Terjemahan As Sulamul Munawaroq, Bandung : PT. Al Ma’arif, 1991
Abdul Mu’in, Prof. KH. M. Taib Thahir, Ilmu Mantiq ( logika), Jakarta : Widjaya





Comments

Popular posts from this blog

Khutbah Jum'at : Keistimewaan Bulan Rajab

TTS English